ANTI KONVULSI
Sebelumnya,perlu diketahui apa itu “KONVULSI”
Konvulsi (Kejang)
merupakan bagian dari gejala konvulsif. Konvulsi (Kejang) adalah episode
motorik, sensnorik, otonomik, aktivitas psikis abnormal, atau kombinasi dari
semua itu sebagai akibat muatan berlebihan yang tiba-tiba dari neuron serebral.
Kejang biasanya muncul secara tiba- tiba dan bersifat sementara (Mutaqqin,
2008).
Serangan-serangan pada
penderita epilepsi sebaiknya diklasifikasikan menurut jenis serangan, sebab yang
mendasari, sindrom
epilepsi, dan peristiwa selama dan seputar terjadinya serangan
tersebut. Jenis serangan disusun menurut
apakah sumber serangan terlokalisasi (kejang fokal) atau
tersebar (kejang umum) di dalam
otak. Kejang umum dibagi berdasarkan dampaknya pada tubuh, antara lain:
kejang tonik-klonik (grand
mal), serangan absans (petit
mal), mioklonik, klonik, tonik, dan atonik. Beberapa kejang
seperti spasme epileptik adalah
jenis epilepsi yang tak diketahui. Kejang fokal(sebelumnya dikenal sebagai
kejang parsial) dahulu dibagi menjadi kejang parsial
sederhana atau parsial
kompleks. Pembagian ini tidak lagi direkomendasikan, dan
sebagai gantinya lebih dipilih untuk mendeskripsikan gejala yang terjadi pada kejadian
kejang.
Penyeab bervariasi dan
diklasifiksi sebagai idiopatik (defek genetik, perkembangan) dan di
dapat.Penyebab kejang di dapat adalah hipoksemia pada beberapa kasus yang
mencakup insufisiensi vaskular, demam pada masa kanak- kanak, cedera kepala,
hipertensi, infeksi sistem saraf pusat, kondisi metabolisme, dan toksik
(Seperti gagal ginjal, hipotremia, hipoglikemia,pestisida), tumor otak,
kesalhan penggunaan obta, dan alergi. Stroke dan kanker metastasis ke serebral
menunjukkan kasus kejang lansia (Mutaqqin,2008). Epilepsi suatu gangguan
kejang, terjadi pada sekitar 1% populasi. Serangan kejang pada epilepsi
disebabkan oleh muatan listrik abnormal dari neuron-neuron serebral, dan
ditandai dengan hilangnya atau terganggunya kesadaran dan biasanya disertai
dengan kejang (reaksi motorik abnormal) (Kee dan Hayes, 1993).
Menurut Husna dan Kurniawan (2018),Obat
anti epilepsi (OAE) bekerja melawan bangkitan melalui berbagai target seluler,
sehingga mampu menghentikan aktivitas hipersinkroni pada sirkuit otak.
Mekanisme kerja OAE dapat dikategorikan dalam empat kelompok utama : (1)
modulasi voltage-gated ion channels, termasuk natrium,kalsium, dan kalium; (2)
peningkatan inhibisi GABA melalui efek pada reseptor GABA-A, transporter GAT-1
GABA, atau GABA transaminase; (3) modulasi langsung terhadap pelepasan sinaptik
seperti SV2A dan α2δ; dan (4) inhibisi sinap eksitasi melalui reseptor glutamat
ionotropik termasuk reseptor AMPA. Efek utama adalah modifikasi mekanisme burst
neuron dan mengurangi sinkronisasi pada neuron. OAE juga menghambat firing
abnormal pada area lain. Beberapa bangkitan, misalnya bangkitan absans tipikal
disebabkan karena sinkronisasi talamokortikal, sehingga OAE yang bekerja
menghambat mekanisme tersebut efektif untuk mengobati bangkitan absans tipikal.
Kebanyakan target OAE adalah pada kanal natrium, kalium, dan reseptor GABA-A
3,4.
Contoh
Obat Epilepsi
·
Topiramate Topiramate
bekerja pada voltage-gated sodium channels, subtipe reseptor GABA-A, reseptor
AMPA/kainate, dan isoenzim anhidrase tipe II dan IV. Topiramat tidak memiliki
efek langsung pada kanal ion. Efek topiramat pada kanal natrium muncul pada
dosis terapi yang rendah. Topiramat, seperti fenitoin, menghambat INAP pada
konsentrasi rendah. Secara in vitro, topiramate mampu menghambat respon jaringan
neuron terhadap kainat. Ini menunjukkan bahwa topiramate dapat menjadi
antagonis reseptor AMPA atau kainat. Peran topiramate pada carbonic anhydrase
diduga tidak berperan dalam efikasi klinisnya.
·
Zonisamide
Terdapat beberapa kesamaan antara topiramate dan zonisamide. Keduanya
mengandung sulfur atom dan sama-sama menghambat carbonic anhydrase. Zonisamide
juga bekerja pada voltagedependent sodium channels. Obat ini tidak bekerja pada
reseptro GABA-A. Zonisamide diduga menghambat kanal kalsium tipe T, yang
menjelaskan efektivitasnya pada epilepsi absans.
·
Felbamate Felbamat
dalam dosis terapi bekerja sebagai modulator positif reseptor GABA-A dan
menghambat reseptor NMDA. Peningkatan respon GABA terjadi melalui interaksi
dengan reseptor GABA-A di tempat yang berbeda dengan benzodiazepine. Blokade
reseptor NMDA masih belum merupakan strategi untuk terapi epilepsi, karena itu
masih belum jelas apakah efek inhibisi reseptor NMDA merupakan mekanisme kerja
utama felbatamate untuk terapi epilepsi.
Permasalahan
1. Dari berbagai contoh
obat epilepsi, jenis yang mana yang paling baik?
2. Apakah seorang
pasien yang memiliki riwayat cedera kepala akan memiliki kemungkinan besar
berpotensi epilepsi?
3. Apakah ada obat antikonvulsi yang memiliki efek samping rendah dibanding obat yang lainya?
3. Apakah ada obat antikonvulsi yang memiliki efek samping rendah dibanding obat yang lainya?
Daftar
Pustaka
Husna,M
dan Kurniawan,M.N.2018. Mekanisme Kerja Obat Antiepilepsi Secara
Biomomolekuler.MNJ.4(1).
Kee,J.L.,Hayes,E.R.1993.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawtan.Penerbit
EGC,
Jakarta.
Mutaqqin,A.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem
Persarafan.Penerbit
Salemba Medika, Jakarta.
Saya akan mencoba menanggapi permasalahan yang kedua.. kemungkinan iya karena terjadi benturan kepala sehingga akan mengakibatkan luka dalam pada kepala awalnya mungkin cuma pingsan namun efek dapat terjadi pada wktu berikutnya misalnya satu tahun, karena cedera kepala dapat berakibat menurunnya fungsi gaba.. dimana gaba berfungsi untuk mengatur saluran chanel ion apabila saluran chanel kurang di hambat maka akan terjadi potensial aksi secara terus menerus yang berakibat kejang
BalasHapusTerimah kasih sebelumnya kak sudah membantu menjawab permasalah saya, epilepsi bisa juga juga disebabkan oleh genetik atau keturunan,bagaimana menurut anda?
HapusSaya akan menjawab permasalahan ke 3, menurut saya tiap golongan obat antikonvulsi punya efek samping yang berbeda beda, dan yang memiliki efek samping yang rendah yaitu golongan barbiturat yaitu menyebabkan efek sedatif/ menyebabkan kantuk. Sedangkan pada golongan lain seperti hidantoin,suksinimid selain sedatif juga menyebabkan pusing, sakit kepala, gangguan kulit, dll
BalasHapusbenar epilepsi itu penyakit keturunan,dimana yang saya tau epilepsi berhubungan gen tertentu yang lebih sensitif pada kondisi lingkungan pemicu kejang
HapusTerimakasih atasbartikelnya, sangat bermanfaat sekali🙏
BalasHapus